Minggu, 03 Januari 2010

PENERAPAN METODE VISUAL ASSOCIATION UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK-BERBICARA SISWA

PENERAPAN METODE VISUAL ASSOCIATION UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK-BERBICARA SISWA
AHMAD FATONI

A. Latar Belakang
Berkembangnya kebudayaan yang meliputi perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi, perkembangan jumlah anak yang memerlukan pendidikan disertai keinginan manusia untuk serba cepat, membawa pengaruh atas tugas peranan guru. Di antara media pendidikan, gambar/ foto, teks bacaan adalah media yang paling umum dipakai. Pada mulanya media hanya sebagai alat bantu visual dalam kegiatan belajar / mengajar, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual/ audio visual kepada siswa antara lain untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak, dan mempertinggi daya serap belajar. Tujuan dari pemanfaatan media pembelajaran yakni dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan keterampilan berbahasa. Menyimak dan berbicara adalah dua dari empat keterampilan berbahasa yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Di mana jika ada kegiatan berbicara, pasti ada aktivitas menyimak sebelumnya yang akan merangsang siswa untuk berbicara, begitu pula sebaliknya. Akan sangat menarik jika menyimak dan berbicara dapat diterapkan dengan baik. Bahkan, suatu Kompetensi Dasar yang berhubungan dengan menyimak-berbicara dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan bila kedua keterampilan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik pula.
Pembicara yang baik adalah seorang penyimak yang baik pula. Tetapi untuk dapat menjadi seorang penyimak dan pembicara yang baik tidaklah mudah. Diperlukan konsentrasi antara kerja otak dengan alat indera. Otak dan indera khususnya indera penglihatan perlu berkonsentrasi penuh untuk menyimak semua yang dibicarakan lawan bicara. Tidak jarang siswa merasa jenuh jika melaksanakan kegiatan diskusi karena dianggap sebagai kegiatan yang membosankan, kurang tantangan dan monoton, dimana hanya duduk dan mendengarkan. Bahkan fenomena ketiduran saat mengikuti diskusi adalah masalah yang harus segera dipecahkan. Jika hal ini terjadi, maka keterampilan berbicara yang baik tidak akan tercapai karena tidak mampu menyimak sesuai dengan diharapkan. Apalagi, metode ceramah guru yang menurut siswa bagaikan suara merdu pendongeng yang merangsang kantuk dan pusing di kepala. Untuk itu, perlu dicari solusi dari masalah ini yaitu sesuatu yang dapat membangkitkan minat siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran menyimak-berbicara dengan baik.
Dalam Quantum Learning (1990:206), Deporter dan Hernacki bercerita tentang seseorang yang sulit mengingat sesuatu karena kurang berkonsentrasi dalam menyimak. Mereka juga bercerita tentang seseorang yang bernama Mikels yang mendapat kehormatan tampil di televisi dalam acara That’s Incredible karena ia mampu mengingat semua nama, alamat dan nomor telepon yang ada dalam buku telepon Los Angeles. Jika ditanya bagaimana ia dapat melakukannya, ia akan menjawab bahwa itu tidak terlalu luar biasa. Semua orang dapat melakukann hal itu dengan menggunakan sistem visual association dan program komputer.
Berdasarkan cerita kedua orang di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara daya konsentrasi dengan visual association. Mikels dapat menghafal nama, alamat, dan nomor-nomor dalam buku telepon Los Angeles dengan menggunakan visual association. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa visual association juga dapat diterapkan untuk membangkitkan minat seseorang untuk kegiatan menyimak.
B. Tujuan Penerapan Model
Ada suatu fenomena yang menarik tentang kegiatan pembelajaran di kelas. Dalam sebuah diskusi kelas, setelah siswa yang presentasi selesai menerangkan materi, kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab ternyata hanya ada tiga siswa saja yang bertanya. Bagaimana dengan yang lain? Kenapa yang lain tidak bertanya? Berdasarkan hasil wawancara Kumala Dewi, dalam Skripsinya yang berjudul Peningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Teknik Diskusi Jigsaw Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Malang(2006:3),bahwa sebagian besar siswa merasa bosan, pusing, dan mengantuk ketika mengikuti diskusi di kelas sehingga merasa malas untuk mengikutinya. Akibatnya, ketika sesi Tanya-Jawab dimulai, mereka tidak tahu apa yang akan ditanyakan. Bahkan, beberapa dari mereka malah tidak tahu apa yang sedang dibicarakan di dalam kelas.
Peristiwa di atas perlu mendapat perhatian lebih. Bahwa telah terjadi kegagalan dalam proses pemebelajaran. Ada baiknya jika ketiga peristiwa di atas saling dikaitkan, yaitu mengaitkan antara berkonsentrasi penuh, visual association, dan ketertarikan terhadap pembicaraan dalam suatu forum. Ada kemungkinan metode visual association dapat menarik perhatian siswa untuk menyimak. Keterampilan berbicara juga dapat ditingkatkan dengan cara pemberian media gambar/ tampilan televisi dengan beberapa kata kunci untuk merangsang otak siswa agar mampu menciptakan kata-kata yang dapat dibicarakan di depan kelas. Sehingga terciptalah metode visual association yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menyimak-berbicara siswa.
C. Landasan Teori
Keterampilan menyimak dan berbicara adalah keterampilan berbahasa yang saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya. Tetapi,untuk dapat menguasai keduanya tidaklah mudah, sudah banyak metode yang telah ditawarkan untuk ketercapaian kedua keterampilan berbahasa tersebut tetapi hasilnya belum maksimal.
Keterampilan berbicara merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa yang ingin dicapai dalam pengajaran Bahasa Indonesia khususnya. Berbicara merupakan sarana untuk salaing pengertian, komunikasi timbal balik dengan menggunakan bahasa sebagai media. Menurut Little Wood, dkk (dalam Zainil, 2001: 136) dua bentuk kegiatan belajar mengajar bahasa yang komunikatif yaitu aktifitas fungsional (percakapan berdasarkan gambar-gamabar) dan aktifitas interaksional serupa kegiatan percakapan, diskusi, bermain peran, simulasi, interview, bercerita dan sebagaianya. Keterampilan berbicara adalah keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi, kata dan kalimat untuk mengekspresikan atau mengutarakan pikiran, perasaan dan gagasan yang ingin disampaikan (Arsjad, 1988:17). Agar ide, gagasan, dan pikiran yang ingin kita sampaikan kepada orang lain dapat diterima dengan jelas, seseorang harus memiliki keterampilan berbicara yang baik.
Menurut Tompkins dan Hoskisson (dalam Rofi’udin, 200:76) kemampuan belajar anak-anak berkembang jika mereka mempunyai kesempatan untuk mengembangkan gagasan lewat percakapan. Keterampilan berbicara mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk meciptakan interaksi antar sesama manusia. Seseorang yang tidak memiliki keterampilan berbicara akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan gagasannya secara jelas, tepat, lancar, dan sistematis. Aktivitas berbicara selalu melibatkan komponen penting karena tanpa komponen ini manusia tidak dapat berbicara. Komponen tersebut adalah alat ucap. Secara sederhana, dapat didefinisikan pengertian berbicara sebagai kegiatan menyimpulkan pikiran, pesan atau perasaan hati pembicara kapada orang lain (penyimak/pendengar) yang dilakukan dengan menggunakan alat ucap.
Kegiatan berbicara adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari karena bersifat aktif, praktis, dan fleksibel. Artinya, semua orang dapat berkomunikasi dengan orang lain kapan pun mereka mau dan menggunakan bahasa lisan yang unik dan artistik. Menurut Saksomo (2001:54) jumlah perannya jenis wicara berdasarkan jumlah perannya ada dua macam, yaitu wicara individu dan wicara kelompok. Wicara individual adalah wicara yang secara fisik dilakukan oleh seseorang dan tidak dituntut adanya respon langsung dari pendengar atau lawan bicara. Wicara kelompok yaitu wicara yang secara fisik mengharuskan adanya keterlibatan anggota kelompok yang terdiri atas beberapa orang atau banyak orang.
Keterampilan berbicara hampir selalu berhubungan dengan keterampilan menyimak. Karena kedua keterampilan ini memiliki sifat yang timbal balik yaitu reseptif produktif. Menyimak adalah proses kegiatan mendengarkan bahasa lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, interpretasi, reaksi,dan evaluasi (Suyono, 1997:9). Kegiatan menyimak melibatkan pendengaran, penglihatan, penghayatan, ingatan, pengertian dan pengetahuan.
Menurut Tarigan (dalam Khotmawati, 2008: 15), menyimak adalah proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Ini berarti, menyimak merupakan sebuah kegiatan aktif reseptif. Jadi, seseorang yang melakukan kegiatan menyimak secara fisik terlihat pasif, tetapi secara mental orang tersebut aktif.
Pritamtiyastirin (2002:460) menyatakan bahwa keterampilan menyimak memberi kontribusi yang besar dalam menerapkan aspek-aspek edukatif dan kultural. Untuk penerapannya diperlukan media yang sesuai yaitu: media visual dan media audio visual. Media massa sebagai media pembelajran dalam keterampilan menyimak, guru dapat memanfaatkan teks, gambar, tayangan gambar bergerak, dll. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan menyimak sedikitnya akan menggunakan tiga macam kemampuan, yaitu kemampuan memusatkan perhatian, kemampuan memahami materi yang disimak, kemampuan menilai.
Proses kegiatan menyimak terdiri dari empat tahap, yaitu tahap mendengar, memahami, menilai, dan mereaksi (Suyono, 1997:11). Dengan pembelajaran menyimak, diharapkan siswa mempunyai pengalaman latihan dan praktik menyimak yang bervariasi, sehingga siswa terbiasa dan lebih menguasai keterampilan menyimak. Keterampilan menyimak dan berbicara yang hamper selalu berdampingaan ini diharapkan dapat ditingkatkan atau dikembangkan melalui metode visual association.
Dalam Kamus Bahasa Inggris association berarti perkumpulan atau persatuan. Sedangkan dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, asosiasi berarti persekutuan dagang, persatuan antar rekan penguasaha, ikatan dalam suatu organisasi yang umumnya bersifat bisnis (Kamisa, 1997:43). Dari kedua pengertian di atas association adalah perkumpulan sekelompok orang untuk melakukan perdagangan atau segala sesuatu yang berhubungan dengan bisnis. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta (1991:62) mengartikan asosiasi sebagai gabungan; perhubungan (antara cita-cita atau gambar angan-angan). Makna association dari pernyataan tersebut adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu keadaan. association adalah hubungan yang berkaitan dengan kerjasama sekelompok orang untuk meningkatkan dan mengembangkan sesuatu.
Jika association berarti hubungan, maka dalam metode ini nantinya harus melibatkan lebih dari satu orang atau dalam artian bersifat kelompok. Yang menjadi kunci disini adalah kata visual. Kamisa (1997:571) mengartikan visual sebagai sesuatu yang berdasarkan penglihatan mata. Jadi, segala sesuatu yang dapat diindera oleh mata disebut visual. Poerwadarminta (1991:1142) mengartikan bahwa visual adalah sesuatu yang berdasarkan penglihatan; dapat dilihat; penerangan yang diberikan dengan menggunakan gambar-gambar (peta, bagan, skema, grafik, pola, dsb) melalui pertnjukan film dan sebagainya (seperti penerangan tentang keluarga berencana). Dari pendapat Poerwadarminta ini dapat ditarik kesimpulan bahwa visual adalah segala sesuatu yang dapat diindera oleh penglihatan dan dapat memberikan penerangan tentang apa yang diindera.
Dari penjelasan di atas, makna visual association dapat diartikan sebagai perkumpulan sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencari penerangan berdasarkan sesuatu yang diindera oleh penglihatan. Visual association termasuk metode pembelajaran kooperatif karena di dalamnya dibutuhkan kerja sama antar anggota kelompok dengan baik. Jika siswa tidak dapat menjalin hubungan komunikasi yang baik dengan teman sekelompoknya, dapat dipastikan dia akan kesulitan menampilkan hasil diskusinya di depan kelompok lain. Metode ini mirip dengan metode jigsaw, tetapi dalam metode ini terdapat semacam permainan tebak ketepatan isi cerita dari yang ditampilkan siswa/ divisualisasikan siswa dengan kelompok kecilnya. Perbedaan inilah yang memberikan nilai lebih pada metode visual association. Dengan adanya semacam permainan seperti ini, diharapkan minat dan kemampuan menyimak-wicara siswa meningkat.
Metode visual association adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan pada sekelompok siswa untuk bekerja sama mendiskusikan cerita dari gambar/ tayangan yang telah diberi kata-kata kunci, kemudian salah satu dari kelompok akan menceritakan hasil diskusinya di depan kelas. Metode visual association merupakan teknik pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi, bersosialisasi, dan bekerja sama dengan orang lain dalam mengerjakan tugas tertentu dalam suatu proses belajar di kelas. Dengan metode visual association, siswa akan berlatih bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas dan tidak ada kesempatan bagi siswa untuk bermalas-malasan dan menggantungkan diri pada orang lain ketika berdiskusi dengan kelompok kecilnya.
Dalam penerapan metode visual association siswa akan melakukan kegiatan menyimak-berbicara sebanyak dua kali. Pertama, ketika siswa melakukan diskusi dengan kelompok kecilnya dan yang kedua, ketika salah satu siswa tampil di depan kelas untuk menceritakan hasil diskusi dengan kelompoknya. Katika seorang siswa berbicara di depan kelas, siswa yang lain akan menjadi pengamat yang nantinya akan mengemukakan komentarnya. Dalam hal ini, guru sangat berperan karena komentar dari siswa yang lain belum tentu tepat. Menurut Arsjad (1987:89), dalam kondisi seperti ini yang perlu diperhatikan guru antara lain: (a) kalau siswa berbicara secar individual, yang lain berperan sebagai pengamat, (b) kalau siswa berbicara dalam kelompok, siswa yang lain tetap melakukan pengamatan tetapi secara individual, (c) tiap kelompok pengamat menunjuk salah seorang anggotanya untuk mengemukakan komentar, angota lain dapat melengkapi kekurangannya. (d) selesai berbicara, setiap pembicara bergabung dengan kelompok pengamatnya.
Dalam penerapan metode visual association, bahan yang diperlukan adalah gambar/ tayangan. Gambar/ tayangan sangat berhubungan erat dengan indera penglihatan. Penglihatan merupakan indera yang paling dominan dibanding idera yang lain. Hampir semua orang menggunakan penglihatan sebagai sumber utama untuk memperoleh informasi. Kemampuan pengihatan ini dijadikan pertimbangan dalam merencanakan strategi pengembangan bahan pelajaran. Seandainya siswa mendengarkan guru berbicara, maka yang diransang hanya indera pendengaran saja. Bila hanya pendengaran yang dirangsang, bisa jadi siswa akan merasa kurang puas. Untuk itu, dengan adanya rangsang visual diharapkan dapat mengatasi kebosanan siswa di dalam kelas. Susunan gambar/ tayangan yang baik dan menarik dapat merangsang perhatian siswa serta efektif dalam berkomunikasi dengan siswa (Anderson, 1986:51).


D. Langkah-Langkah dan Bahan yang Diperlukan
Penerapan metode visual association diharapkan mampu meningkatakan ketempilan menyimak-berbicara siswa. Metode ini adalah metode yang menggunakan sistem kelompok untuk mendiskusikan sesuatu dan salah satu atau dua orang siswa akan menceritakan hasil diskusi menurut hasil pemahamannya. Yang cukup menarik dari metode ini adalah siswa tidak wajib menampilkan hasil diskusi dengan satu gaya melainkan berbagai macam gaya selama masih berhubungan dengan bahasa dan sastra Indonesia. Misalnya, siswa menampilkan hasil diskusinya dengan gaya puisi, ceramah, pidato, atau gaya bercerita seperti biasa. Langkah awal dari metode ini mirip dengan teknik diskusi jigsaw, tetapi yang membuat berbeda di sini adalah siswa akan berbicara secara berkelompok maupun secara individu.
Langkah-langkah penerapan metode visual association sebagai berikut:
1. Dibentuk beberapa kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Kelompok tidak boleh lebih dari 5 siswa karena dapat menyulitkan siswa dalam melakukan diskusi dengan kelompok kecilnya. Selain itu dengan anggota kelompok yang relatif sedikit, maka dapat terjadi diskusi yang efektif, di mana semua siswa akan mendapat kesempatan untuk berbicara dan dapat berkonsentrasi dengan baik. Jika anggota setiap kelompok banyak, maka dikhawatirkan akan terjadi kegaduhan.
2. Masing-masing kelompok diberikan satu gambar / tayangan dengan terdapat kata-kata kunci di sampingnya. Setiap kelompok akan diberi gambar/ tayangan yang berbeda. Kata-kata kunci yang terdapat dalam gambar/tayangan tersebut dapat merangsang otak siswa untuk menemukan kalimat-kalimat yang akan mengembangkan idenya berdasarkan gambar. Kata-kata kunci tersebut harus ada dalam hasil diskusi, baik yang mendapat kesempatan untuk ditampilkan atau yang tidak ditampilkan.
3. Masing-masing kelompok diberi alokasi waktu ±60 menit untuk mendiskusikan gambar/ tayangan dan kata-kata kunci yang ada di sampingnya. Setiap anggota kelompok harus mengemukakan ide atau gagasannya. Kalau ada siswa yang mengungkapkan ide atau gagasannya, anggota yang lain menyimak. Dalam tahap ini, kegiatan tulis-menulis tidak diperkenankan. Setiap anggota harus aktif juga dalam menyimak karena nantinya diadakan penilaian individu yang didasarkan dari hasil diskusi.
4. Setelah waktu yang diberikan dirasa cukup untuk berdiskusi, setiap siswa harus menuliskan cerita atau kisi-kisi cerita berdasarkan diskusi dengan kelompok. Antar anggota kelompok harus benar-benar mengerjakan sendiri-sendiri. Dalam tahap ini guru akan melihat partisipasi siswa dalam proses diskusi.
5. Jika siswa telah selesai menuliskan tulisannya, siswa harus menampilkan hasil diskusinya untuk mewakili kelompok. Tahap ini sangat menarik karena siswa diperkenankan bercerita dengan berbagai gaya, misalnya menyampaikan hasil diskusi dengan berpuisi, berpidato, atau gaya bercerita seperti biasa. Dengan adanya kebebasan dalam memilih gaya ketika berbicara di depan kelas, diharapkan hal ini akan memacu keberanian siswa untuk berbicara di dalam forum. Selain itu, hal ini diharapkan akan memacu kekreatifan siswa.
6. Ketika ada siswa yang tampil di depan kelas, siswa yang lain menyimak dan menanggapi, terutama anggota dari kelompok kecil dari siswa yang sedang tampil di depan kelas. Anggota kelompok perlu menyimak lebih karena bisa jadi isi cerita yang disampaikan temannya berbeda dengan hasil diskusi yang telah disepakati. Jika kemungkinan ini terjadi maka anggota yang lain dapat menambahkan. Dari sini akan terlihat siswa-siswa yang mengikuti diskusi dengan baik dan yang tidak mengikuti diskusi dengan baik. siswa dari kelompok yang lain juga diperbolehkan bertanya atau menanggapi tentang apa yang diceritakan. Tahap ini juga cukup menarik karena dari sini dapat terlihat sejauh mana kedalaman daya imajinasi.
7. Bagi siswa yang tidak mendapat kesempatan untuk tampil di depan kelas (mungkin karena waktu yang tersedia habis), guru masih dapat menilai siswa dari hasil tulisannya yang dikumpulkan. Tulisan yang dikumpulkan berdasarkan kelompok sehingga guru dapat mengetahui dari pekerjaan semua anggota kelompok bila ada pekerjaan siswa yang isi ceritanya berbeda dari anggota kelompoknya.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, dapat diketahui bahwa bahan yang diperlukan untuk menerapkan metode ini sangatlah sederhana. Bahan yang diperlukan hanya beberapa gambar/ tayangan dengan beberapa kata-kata kunci di dalamnya. Guru perlu menyiapkan gambar/ tayangan yang menarik agar siswa lebih semangat dalam mengerjakan tugas atau instruksi-instruksi yang diberikan oleh guru. Dengan gambar/ tayangan yang menarik akan merangsang imajinasi siswa untuk lebih berkembang sehingga dapat menguasai keterampilan berbicaranya di depan kelas.
E. Keunggulan dan Kelemahan Model
Keunggulan metode visual association antara lain:
1. Meningkatkan hubungan sosial sesama karena adanya kerja sama diskusi dalam kelompok/ interaksi sosial.
2. Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan karena terdapat semacam permainan , di mana saat siswa berbicara di depan kelas teman yang lain menyimak, terutama teman satu kelompok karena ada semacam permainan tebak ketepatan isi cerita dengan apa yang telah didiskusikan bersama.
3. Dalam metode pembelajaran ini(yaitu metode visual association) mencangkup tiga macam keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, dan menulis. Kegiatan menyimak dan berbicara yaitu ketika berdiskusi dengan kelompok kecil dan ketika salah satu dari kelopmpok maju di depan kelas untuk menceritakan diskusi dengan kelompoknya. Kegiatan menulis terjadi setelah setiap kelompok selesai berdiskusi.
4. Meningkatkan kekreativitasan siswa dalam memilih gaya berbicara di depan kelas. Dengan adanya variasi gaya ketika berbicara di dalam kelas, maka suasana kelas akan terasa lebih menyenangkan.
5. Media yang dibutuhkan murah, sederhana dan mudah dicari.
6. Meningkatkan tanggung jawab dan kemandirian siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan.
Kelemahan dari metode visual association adalah metode ini kemungkinan sulit diterapkan untuk mata pelajaran lain karena rangsangan gambar cenderung untuk mengembangkan imajinasi siswa dalam mengarang. Memang tidak menutup kemungkinan nantinya metode ini untuk dikembangkan lebih lanjut tetapi untuk sekarang ini metode ini cenderung untuk mata pelajaran kebahasaan. Kelemahan yang lain adalah metode ini memerlukan waktu yang lebih banyak sehingga tidak semua siswa mendapat kesempatan untuk bercerita di depan kelas karena waktu yang kurang memadai.

Daftar Rujukan
Anderson, Ronald H. 1987. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Arsjad, Mandar, Mukti US. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Berbahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Arsjad, Mandar G & Mukti US. 1987. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Deporter, Boddi & Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyanangkan. Bandung: Kaifa.
Dewi, Putri Kumala. 2006. peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Teknik Diskusi Jigsaw Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Malang. Skripsi tidak diterbikan. Malang: Program Sarjana Universitas Negeri Malang.
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika.
Khotmawati, Husnul. 2008. Penerapan Metode Jigsaw untuk Meningkatkan Keterampilan Menyimak-Wicara Siswa Kelas VIID SMP Negeri 18 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program Sarjana Universitas Negeri Malang.
Muznah. 1994. Efektifitas Penggunaan Media Pandang Pada Pengajaran Menyimak Bagi Mahasiswa Jurusan Bahasa Arab FPBS Malang Tahun Ajaran 1994/1995. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Saksomo, Dwi. 2001. Berbicara. Malang: UM.

1 Komentar:

Pada 8 Mei 2011 pukul 02.10 , Anonymous Anonim mengatakan...

salam...
mohon penjelasan letak perbedaan antara metode visual association dengan metode jigsaw? terima kasih...
by: slametharyanto27@yaho.com

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda